Beranda » Blog » Zainab al-Kubra

Zainab al-Kubra

Diposting pada 6 Desember 2016 oleh Pusaka Dunia / Dilihat: 231 kali

Zainab al-Kubra
Zainab ra lahir sepuluh tahun sebelum ayahnya menjadi nabi. Beliau putri pertama Rasulullah saw dari Khadijah ra. Sesuai dengan sifat-sifat yang melekat pada diri ibunya, Zainab tumbuh menjadi teladan yang utama dengan seluruh sifat-sifat yang terpuji. Hampir sempurnalah sifat kewanitaan Zainab, sehingga putra dari bibinya yang bernama Abu al-‘Ash bin Rabi’, salah seorang yang terpandang di Mekah dalam hal kemuliaan dan harta, berhasrat melamar beliau. Dia adalah pemuda Quraisy yang tulus dan bersih, nasabnya bertemu dengan Nabi saw dari jalur bapaknya, yakni pada Abdu Manaf bin Qushay. Adapun dari jalur ibu, nasabnya bertemu dengan Zainab pada kakek mereka berdua, yakni Khuwailid, karena ibunya adalah Halah binti Khuwailid, saudari Khadijah.

Abu al-‘Ash mengenal betul tentang kepribadian dan sifat Zainab, karena dia sering berkunjung ke rumah bibinya: Khadijah. Begitu pula Zainab dan kedua orang tuanya juga telah mengenal bagusnya Abu al-‘Ash. Oleh karena itu, diterimalah lamaran dari pemuda yang telah diridhai Nabi saw dan Khadijah, juga oleh Zainab.

Maka, masuklah Zainab ke dalam rumah tangga suaminya, yakni Abu al-‘Ash. Dalam usianya yang masih muda, Zainab mampu mengatur rumah tangga suaminya hingga menumbuhkan kebahagiaan dan ketenteraman. Allah mengaruniai dalam perkawinan ini dua orang anak yang bernama Ali dan Umamah. Semakin sempurnalah kebahagiaan rumah tangga itu dengan kehadiran keduanya dalam rumah yang penuh dengan kebahagiaan dan kenikmatan.

Pada suatu ketika, Abu al-‘Ash berada dalam suatu perjalanan, kemudian terjadilah peristiwa besar dalam sejarah kehidupan manusia. Yaitu, diangkatnya Muhammad saw sebagai Nabi dengan membawa risalah. Bersegeralah Zainab menyambut seruan dakwah yang haq yang dibawa oleh orang tuanya, yakni Rasulullah saw. Beliau jadikan dienullah sebagai pedoman hidup yang dengannya menjadi jalan di atasnya.

Tatkala suaminya kembali dari berpergian, Zainab menceritakan perubahan yang terjadi pada kehidupannya, yang bersamaan dengan kepergian suaminya, muncullah dien yang baru dan lurus. Beliau menduga bahwa suaminya akan bersegera menyatakan keislamannya. Akan tetapi, beliau mendapatkan bahwa suaminya menyikapi kabar tersebut dengan diam dan tidak bereaksi.

Kemudian, Zainab mencoba dengan segala cara untuk meyakinkan suaminya, namun dia menjawab, “Demi Allah, bukannya saya tidak percaya dengan ayahmu, hanya saja saya tidak ingin dikatakan bahwa aku telah menghina kaumku dan mengafirkan agama nenek moyangku karena ingin mendapatkan keridhaan istriku.”

Hal itu merupakan pukulan yang telak bagi Zainab, karena suaminya tidak mau masuk Islam. Maka, isi rumah tangga menjadi guncang dan gelisah. Tiba-tiba kegembiraan berubah menjadi kesengsaraan.

Zainab pun tinggal di Mekah di rumah suaminya, dan tidak ada seorang pun di sekelilingnya yang dapat meringankan penderitaannya karena jauhnya dirinya dengan kedua orang tuanya. Ayahnya telah berhijrah ke Madinah al-Munawwarah bersama sahabat-sahabatnya, sedangkan ibunya telah menghadap ar-Rafiiqul A’la, dan saudari-saudarinya pun telah menyusul ayahnya di bumi hijrah. Tatkala pecah perang Badar, kaum musyrikin mengajak Abu al-‘Ash keluar bersama mereka untuk memerangi kaum muslimin. Akhirnya, nasib suaminya adalah menjadi tawanan kaum muslimin.

Tatkala Abu al-‘Ash dihadapkan kepada Rasulullah saw, beliau bersabda kepada para sahabat, “Perlakukan tawanan ini dengan baik.” Ketika itu Zainab mengutus seseorang untuk menebus suaminya dengan harta yang dibayarkan kepada ayah beliau beserta kalung yang dihadiahkan ibu beliau (Khadijah) tatkala pernikahannya dengan Abu al-‘Ash. Tiada henti-hentinya Rasulullah memandang kalung tersebut, sehingga hati beliau hanyut mengenang istrinya yang setia, yakni Khadijah yang telah menghadiahkan kalung tersebut kepada putrinya. Setelah beberapa saat, Rasul terdiam. Beliau bersabda dengan lemah lembut, “Jika kalian melihatnya (sebagai kebaikan), maka bebaskanlah tawanan tersebut dan kembalikanlah harta tebusannya, maka lakukanlah!” Para sahabat menjawab, “Baik, ya Rasulullah.”

Selanjutnya Rasulullah mengambil janji dari Abu al-‘Ash agar membiarkan jalan Zainab (untuk hijrah), karena Islam telah memisahkan hubungan antara keduanya.

Kemudian Abu al-‘Ash kembali ke Mekah, sementara Zainab menyambutnya dengan riang gembira. Tetapi, yang terjadi pada diri Abu al-‘Ash lain dengan apa yang terjadi pada Zainab. Akhirnya keluarlah Zainab dari Mekah meninggalkan Abu al-‘Ash, suami yang tercinta, dengan perpisahan yang mengharukan. Namun, orang-orang Quraisy justru menghalang-halangi beliau (untuk berhijrah), mereka mencegah dan mengancam beliau. Ketika itu beliau sedang hamil dan akhirnya gugurlah kandungannya. Selanjutnya beliau pulang ke Mekah dan Abu al-‘Ash merawatnya hingga kekuatannya pulih kembali. Lalu beliau keluar pada suatu hari di saat orang-orang Quraisy lengah perhatiannya. Beliau keluar bersama saudara Abu al-‘Ash yang bernama Kinanah bin ar-Rabi’ hingga sampai kepada Rasulullah saw dengan aman.

Berlalulah masa selama enam tahun beserta peristiwa-peristiwa besar yang menyertainya, sedangkan Zainab berada dalam naungan ayahnya di Madinah. Beliau hidup dengan penuh optimis dan tak kenal putus asa, yakni berusaha agar Allah melapangkan dada Abu al-‘Ash untuk Islam.

Pada bulan Jumadil Ula tahun 6 Hijriyah, tiba-tiba Abu al-‘Ash mengetuk pintu Zainab, kemudian Zainab membuka pintu tersebut. Seolah-olah Zainab tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sehingga ia ingin mendekatinya. Akan tetapi, ia menahan diri karena ingin memastikan tentang akidahnya, mengingat bahwa akidah adalah yang pertama dan yang terakhir.

Abu al-‘Ash menjawab, “Kedatanganku bukanlah untuk menyerah, akan tetapi saya keluar untuk berdagang membawa barang-barangku dan juga milik orang-orang Quraisy, namun tiba-tiba saya bertemu dengan pasukan ayahmu yang di dalamnya ada Zaid bin Haritsah bersama 170 tentara. Selanjutnya mereka mengambil barang-barang yang saya bawa dan aku pun melarikan diri, dan sekarang aku mendatangimu dengan sembunyi-sembunyi untuk meminta perlindunganmu.”

Zainab yang memiliki akidah yang bersih berkata dengan rasa sedih dan iba, “Marhaban (selamat datang) wahai putra bibi? Marhaban wahai ayah Ali dan Umamah (keduanya anaknya Zainab dengan Abu al-‘Ash).”

Tatkala Rasulullah saw selesai salat Subuh, dari dalam kamar Zainab berteriak dengan suara yang keras, “Wahai manusia, sesungguhnya aku melindungi Abu al-‘Ash bin Rabi.” Kemudian Rasulullah saw ke luar seraya bersabda, “Wahai manusia, apakah kalian mendengar apa yang aku dengar?” Mereka menjawab, “Benar Ya Rasulullah.” Lalu beliau bersabda, “Adapun demi yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tiadalah aku mengetahui hal ini sedikit pun hingga saya mendengar sebagaimana yang kalian dengar. Dan orang-orang yang beriman adalah tangan bagi selain mereka, sehingga berhak memberikan perlindungan kepada orang yang dekat dengannya, dan sungguh kita telah melindungi orang-orang yang telah dilindungi oleh Zainab.”

Kemudian masuklah Rasulullah saw menemui putri beliau: Zainab, lalu berkata, “Muliakanlah tempatnya dan janganlah dia berbuat bebas kepadamu, karena kamu tidak halal baginya.”

Selanjutnya Zainab memohon ayahnya agar mau mengembalikan harta dan barang-barang Abu al-‘Ash. Maka, keluarlah Rasulullah menuju tempat para sahabat yang sedang duduk-duduk. Beliau bersabda, “Sesungguhnya laki-laki ini sudah kalian kenal. Kalian telah mengambil hartanya, maka jika kalian rela, kembalikanlah harta itu kepadanya dan saya menyukai hal itu, namun jika kalian menolaknya, maka itu adalah fa’i (rampasan) yang Allah karuniakan kepada kalian dan apa yang telah Allah berikan kepada kalian, maka kalian lebih berhak terhadapnya.”

Para sahabat menjawab dengan serentak, “Bahkan kami akan mengembalikan seluruhnya ya Rasulullah.” Akhirnya mereka mengembalikan seluruh hartanya, seolah-olah dia tidak pernah kehilangan sama sekali.

Selanjutnya Abu al-‘Ash pergi meninggalkan Zainab, dia menuju Mekah dengan membawa sebuah tekad. Tatkala orang-orang Quraisy melihat kedatangannya dengan membawa barang dagangan beserta labanya, maka mulailah Abu al-‘Ash mengembalikan harta dan laba itu kepada setiap yang berhak. Kemudian beliau berdiri dan berseru, “Wahai orang-orang Quraisy, masih adakah di antara kalian yang hartanya masih berada di tanganku dan belum diambil?” Mereka menjawab, “Tidak, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Sungguh, kami dapatkan bahwa Anda adalah seorang yang setia janji dan mulia.” Lalu di tempat itulah Abu al-‘Ash berkata, “Adapun aku, aku bersaksi bahwa tiada ilah (tuhan) yang haq (benar) kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Demi Allah tiada yang menghalangi diriku untuk masuk Islam (tatkala di Madinah), melainkan karena saya khawatir kalian menyangka bahwa saya hanyalah ingin melarikan harta kalian. Maka, tatkala Allah mengembalikan barang-barang kalian dan sudah aku laksanakan tanggung jawabku, maka aku pun masuk Islam.”

Abu al-‘Ash bertolak ke Madinah sebagai seorang muslim. Beliau berhijrah menuju Allah dan Rasul-Nya, dan di sanalah beliau bertemu orang yang dia cintai, yakni Muhammad saw dan para sahabatnya. Akhirnya, Rasulullah saw mengembalikan Zainab ra kepada Abu al-‘Ash sehingga berkumpullah keduanya. Mereka bangun rumah tangga sebagaimana sebelumnya dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Akan tetapi, berkumpulnya mereka sekarang dalam akidah yang satu yang tidak dikotori apa pun.

Setelah berlalu setahun, kemudian Zainab wafat pada tahun 8 Hijriyah akibat sakit yang masih membekas karena keguguran ketika beliau berhijrah. Abu al-‘Ash menangisi beliau ra hingga menyebabkan orang-orang yang berada di sekitar beliau turut menangis. Kemudian datanglah Rasulullah saw dalam keadaan sedih dan mengucapkan selamat tinggal, lalu bersabda kepada para wanita:

“Mandikanlah dengan bilangan yang ganjil, tiga atau lima, dan yang terakhir dengan kapur barus atau sejenisnya. Apabila kalian selesai memandikan, beritahukanlah kepadaku.” Tatkala mereka telah selesai memandikannya, beliau memberikan kain penutup dan bersabda, “Pakaikanlah ini kepadanya.”

Semoga Allah merahmati Zainab al-Kubra binti Rasulullah saw dan membalas seluruh amalannya dengan balasan yang baik.

Zainab al-Kubra

Zainab al-Kubra

Sidebar
Produk Quick Order

Pemesanan dapat langsung menghubungi kontak dibawah:

Chat via Whatsapp

Ada yang ditanyakan?
Klik untuk chat dengan customer support kami

Admin 1
● online
Admin 2
● online
Admin 1
● online
Halo, perkenalkan saya Admin 1
baru saja
Ada yang bisa saya bantu?
baru saja