Beranda » Blog » Keringanan Untuk Pergi Menuntut Ilmu Yang Diharuskan Syari’at

Keringanan Untuk Pergi Menuntut Ilmu Yang Diharuskan Syari’at

Diposting pada 1 Desember 2016 oleh Pusaka Dunia / Dilihat: 371 kali

Keringanan Untuk Pergi Menuntut Ilmu Yang Diharuskan Syari’at
Amr bin Abdul Mun’im

Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya telah memerintahkan kita untuk menuntut ilmu yang telah ditetapkan syari’at yang kita butuhkan supaya kita dapat beribadah kepada-Nya dengan benar sehingga benar-benar diridhai-Nya.
Dimana Dia berfirman.

“Artinya : Katakanlah, Adakah kesamaan antara orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu”. [Al-Zumar : 9]
Dalam surah yang lain, Allah juga berfirman.
“Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada kalian, “Berlapang-lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untuk kalian. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kalian, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan”. [Al-Mujadilah : 11]
Sedangkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda.
“Artinya : Barangsiapa yang menghendaki kebaikan dari Allah, maka Dia memberikan pemahaman dalam agama”. [Diriwayatkan oleh Muttafaqun ‘alaih, dari Mua’wiyah Radhiyallahu ‘anhu]
“Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah”.
Ilmu inilah yang diminta oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam do’anya.

“Artinya : Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, dan aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat”. [Hadits ini isnadnya Laa Ba’sa Bihi. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (3843), juga Al-Ajiri dalam pembahasan “Akhlaqu Al-Ulama” (108) melalui Usamah bin Yazid, dari Muhammad bin Al-Munkadirm dari Jabir. Mengenai masalah ini saya telah menjelaskan secara rinci dalam buku saya yang berjudul Akhlaqun Mahmudatun wa Akhlaqun Mazmuataun Fii Thalabi Al’Ilmi (Akhlak Terpuji dan Akhlak Tercela Dalam Menuntut Ilmu) hal. 97]
Sama seperti orang laki-laki, wanita juga diberi tugas untuk menuntut ilmu, yaitu belajar hal-hal yang berkenaan dengan agama, misalnya Thaharah, Shalat, Zakat Haji dan lain-lainnya yang dibutuhkannya dalam memahami masalah agama.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengetahui bahwa banyak dari para suami yang tidak mengetahui dan memahami agama.

Beberapa dalil yang menunjukkan hal itu banyak sekali dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha sendiri pernah berkata : “Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar, mereka tidak malu-malu untuk bertanya mempelajari dan memahami agamanya”. (Lihat Kitab Shahih Bukhari, kitabul ‘ilmi. Dan juga kitab Shahih Muslim kitabul haid). Sulaim bin Milhan, Ibunda Anas bin Malik pernah datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu pada kebenaran, maka aku pun tidak malu untuk bertanya : “Apakah wanita wajib mandi bila bermimpi ?”. Maka Rasulullah menjawab : “Ya, apabila dia melihat adanya air mani !” Maka Ummu Sulaim pun menutup wajahnya karena malu. Kemudian bertanya lagi : “Wahai Rasulullah, Apakah wanita juga mimpi seperti itu ?” Beliau menjawab : “tentu, kalau tidak, mengapa ada anak yang mirip dengan ibunya !” [Lihat kitab Shahih Bukhari, kitabul ‘ilmi. Dan juga kitab Shahih Muslim, kitabul haid]

Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Ummu Sulaim pernah datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang didampingi oleh Aisyah Radhiyallahu ‘anha. Ketika Ummu Sulaim bertanya kepada Nabi, Aisyah berkata : “Wahai Ummu Sulaim, Mengapa engkau beberkan rahasia wanita ?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata kepada Aisyah : “Biarkanlah, hendaklah engkau mandi wahai Ummu Sulaim apabila melihat air mani itu”.

Demikian itulah Ummu Sulaim pergi menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menanyakan hal-hal yang berkenaan dengan agama, yang tidak menemukan jawabannya pada orang lain.

Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak segan-segan menjawabnya serta tidak memarahi kedatangan tersebut.

Hal yang sama juga diceritakan oleh Aisyah Radhiyallahu ‘anha : Fatimah bin Hubaisy pernah berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Wahai Rasullulah, sesungguhnya aku dalam keadaan istihadhah dan tidak suci. Apakah aku harus meninggalkan shalat selamanya ?”.

Rasulullah menjawab. “Sesungguhnya yang demikian itu adalah darah yang keluar dari pembuluh darah, tinggalkan shalat selama hari-hari engkau menjalani haid, setelah itu bersihkanlah dirimu dan kerjakan shalat”. [Hadits Shahih. Diriwayatkan oleh Imam Muslim (1/262), Imam Tirmidzi (125), Imam Nasa’i (1/181), Ibnu Majah (621) melalui Waki’ dari Hisyamn bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha]

Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha bahwa Asma’ binti Yazid bin al Sakan al-Anshariyyah (1), dia pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai mandi dari haid. Maka Rasulullah menjawab: “Hendaklah salah seorang di antara kalian menyediakan air yang bercampur dengan daun sidra, lalu bersucilah dengan sebaik-baiknya. Setelah itu tuangkanlah air dan gunakanlah secarik kain atau kapas yang telah diberi wangi-wangian, untuk selanjutnya bersihkanlah darah haid itu dengannya”. Maka Asma binti Yazid pun bertanya: “Bagaimana cara bersuci denganya ?” Rasulullah pun menjawab: “Subhanallah, bersucilah dengannya !”. Lalu Aisyah Radhiyallahu ‘anha bertutur dengan sangat merahasiakannya: “Usaplah dengannya bekas-bekas darah haid !”.

Selain itu, Asma binti Yazid juga bertanya mengenai mandi janabat, maka beliau pun menjawab : “Ambil air dan bersucilah dengannya secara baik. Kemudian guyurkanlah air di atas kepalamu dan gosok-gosoklah kulit dan rambutmu hingga rata. Setelah itu tuangkanlah air ke seluruh tubuhmu”. [Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam kitabul haid persis dengan lafadz tersebut di atas]

Dari Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu, menceritakan :

Ada beberapa wanita yang bertutur kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Kami dikalahkan oleh kaum laki-laki untuk belajar kepadamu, karenanya luangkanlah waktumu barang satu hari bagi kami. Beliau pun menjanjikan suatu hari untuk mengadakan pertemuan dengan mereka, lalu beliau memberikan nasehat dan mengajari mereka”. [Hadits Riwayat Muttafaqun ‘alaihi]

Seorang wanita mempunyai hak pergi belajar hal-hal yang berkenan dengan agama yang dibutuhkannya guna memperbaiki ibadah yang dijalankannya.

Pada sisi lain, seorang wanita tidak diperbolehkan pergi belajar ilmu-ilmu yang sifatnya fardhu kifayah, apabila suaminya memerintahkan untuk tinggal di rumah saja, karena ketaatan kepada suami merupakan suatu hal yang wajib sedangkan belajar ilmu-ilmu yang sifatnya fardhu kifayah adalah sunnah jika tidak dikhawatirkan timbulnya fitnah, dan tidak diragukan lagi bahwa suatu hal yang wajib harus didahulukan dari yang sunnah.

Tetapi apakah ada syarat-syarat yang harus dipegang teguh seorang wanita pada saat keluar rumah untuk tujuan tersebut ?.

Jawabannya, “Ya”. Ada beberapa syarat dan tata cara yang harus diperhatikan dan dijalankan seorang wanita ketika pergi menuntut ilmu. Mengenai syarat-syarat dan tata cara tersebut telah kami terangkan secara rinci dalam buku kami yang berjudul Al-Adab Al-Syra’iyyah Li-Anisa Fii Thalabu Al-‘Ilm. Oleh karena itu, kami anjurkan supaya wanita muslimah membaca buku tersebut karena terdapat keterangan dan penjelasan mengenai adab dan tata cara menuntut ilmu yang harus diketahuinya.

Keringanan Untuk Pergi Menuntut Ilmu Yang Diharuskan Syari’at

Keringanan Untuk Pergi Menuntut Ilmu Yang Diharuskan Syari’at

Tutup Sidebar
Sidebar
Produk Quick Order

Pemesanan dapat langsung menghubungi kontak dibawah:

Chat via Whatsapp

Ada yang ditanyakan?
Klik untuk chat dengan customer support kami

Admin 1
● online
Admin 2
● online
Admin 1
● online
Halo, perkenalkan saya Admin 1
baru saja
Ada yang bisa saya bantu?
baru saja