Hukum-hukum Haid
Hukum-hukum Haid
Syaikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin
Terdapat banyak hukum haid, ada lebih dari dua puluh hukum. Dan kami sebutkan di sini hukum-hukum yang kami anggap banyak diperlukan, antara lain:
1. Shalat
Diharamkan bagi wanita haid mengerjakan shalat, baik fardhu maupun sunat, dan tidak sah shalatnya. Juga tidak wajib baginya mengerjakan shalat, kecuali jika ia mendapatkan sebagian dari waktunya sebanyak satu raka’at sempurna, baik pada awal atau akhir waktunya.
Contoh pada awal waktu : Seorang wanita haid setelah matahari terbenam tetapi ia sempat mendapatkan sebanyak satu ra’kaat dari waktunya. Maka wajib baginya, setelah suci, mengqadha’ shalat maghrib tersebut karena ia telah mendapatkan sebagian dari waktunya yang cukup untuk satu rakaat sebelum kedatangan haid.
Adapun contoh pada akhir waktu, seorang wanita suci dari haid sebelum matahari terbit dan masih sempat mendapatkan satu rakaat dari waktunya. Maka wajib baginya, setelah bersuci, mengqadha’ shalat Shubuh tersebut karena ia masih sempat mendapatkan sebagian dari waktunya yang cukup untuk satu rakaat.
Namun, jika wanita yang haid mendapatkan sebagian dari waktu shalat yang tidak cukup untuk satu rakaat sempurna; seperti : Kedatangan haid -pada contoh pertama- sesaat setelah matahari terbenam, atau suci dari haid -pada contoh kedua- sesaat sebelum matahari terbit, maka shalat tersebut tidak wajib baginya. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari shalat, maka dia telah mendapatkan shalat”. (Hadits Muttafaq ‘alaihi)
Pengertiannya, siapa yang mendapatkan kurang dari satu rakaat dari waktu Ashar, apakah wajib baginya mengerjakan shalat Zhuhur bersama Ashar, atau mendapatkan satu rakaat dari waktu Isya’ apakah wajib baginya mengerjakan shalat Maghrib bersama Isya’ ?
Terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama dalam masalah ini. Dan yang benar, bahwa tidak wajib baginya kecuali shalat yang didapatkan sebagian waktu saja, yaitu shalat Ashar dan Isya’. Karena sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari shalat Ashar sebelum matahari terbenam, maka dia telah mendapatkan shalat Ashar itu”. (Hadits Muttafaq ‘alaihi)
Nabi tidak menyatakan “maka ia telah mendapatkan shalat Zhuhur dan Ashar”, juga tidak menyebutkan kewajiban shalat Zhuhur baginya. Dan menurut kaidah, seseorang itu pada prinsipnya bebas dari tanggungan. Inilah madzhab Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, sebagaimana disebutkan dalam kitab Syarh Al-Muhadzdzab Juz 3, hal.70.
Adapun membaca dzikir, takbir, tasbih, tahmid dan bismillah ketika hendak makan atau pekerjaan lainnya, membaca hadits, fiqh, do’a dan aminnya, serta mendengarkan Al-Qur’an, maka tidak diharamkan bagi wanita haid. Hal ini berdasarkan hadits dalam Shahih Al-Bukhari-Muslim dan kitab lainnya bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersandar di kamar Aisyah Radhiyallahu ‘anha yang ketika itu sedang haid, lalu beliau membaca Al-Qur’an.
Diriwayatkan pula dalam Shahih Al-Bukhari-Muslim dari Ummu ‘Athiyah Radhiyallahu ‘anha bahwa ia mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Agar keluar para gadis, perawan dan wanita haid -yakni ke shalat Idul fitri dan Adha- serta supaya mereka ikut menyaksikan kebaikan dan do’a orang-orang yang beriman. Tetapi wanita haid menjauhi tempat shalat”.
Sedangkan membaca Al-Qur’an bagi wanita haid itu sendiri, jika dengan mata atau dalam hati tanpa diucapkan dengan lisan maka tidak apa-apa hukumnya. Misalnya, mushaf atau lembaran Al-Qur’an diletakkan lalu matanya menatap ayat-ayat seraya hatinya membaca. Menurut An-Nawawi dalam kitab Syarh Al-Muhadzdzab, Juz 2, hal. 372 hal ini boleh, tanpa ada perbedaan pendapat.
Adapun jika wanita haid itu membaca Al-Qur’an dengan lisan, maka banyak ulama mengharamkannya dan tidak membolehkannya. Tetapi Al-Bukhari, Ibnu Jarir At-Thabari dan Ibnul Munzdir membolehkannya. Juga boleh membaca ayat Al-Qur’an bagi wanita haid, menurut Malik dan Asy-Syafi’i dalam pendapatnya yang terdahulu, sebagaimana disebutkan dalam kitab Fathul Baari (Juz 1, hal. 408), serta menurut Ibrahim An-Nakha’i sebagaimana diriwayatkan Al-Bukhari.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa kumpulan Ibnu Qasim mengatakan : “Pada dasarnya, tidak ada hadits yang melarang wanita haid membaca Al-Qur’an. Sedangkan pernyataan “Wanita haid dan orang junub tidak boleh membaca ayat Al-Qur’an” adalah hadist dha’if menurut perkataan para ahli hadits. Seandainya wanita haid dilarang membaca Al-Qur’an, seperti halnya shalat, padahal pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kaum wanita pun mengalami haid, tentu hal itu termasuk yang dijelaskan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya, diketahui para istri beliau sebagai ibu-ibu kaum mu’minin, serta disampaikan para shahabat kepada orang-orang. Namun, tidak ada seorangpun yang menyampaikan bahwa ada larangan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah ini. Karena itu, tidak boleh dihukumi haram selama diketahui bahwa Nabi tidak melarangnya. Jika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melarangnya, padahal banyak pula wanita haid pada zaman beliau, berarti hal ini tidak haram hukumnya”. (Ibid, Juz 2. hal, 191)
Setelah mengetahui perbedaan pendapat di antara para ulama, seyogyanya kita katakan, lebih utama bagi wanita haid tidak membaca Al-Qur’an secara lisan, kecuali jika diperlukan. Misalnya, seorang guru wanita yang perlu mengajarkan membaca Al-Qur’an kepada siswi-siswinya atau seorang siswi yang pada waktu ujian perlu diuji dalam membaca Al-Qur’an, dan lain sebagainya.
2. Puasa
Diharamkan bagi wanita haid berpuasa, baik itu puasa wajib mupun puasa sunat, dan tidak sah puasa yang dilakukannya. Akan tetapi ia berkewajiban mengqadha’ puasa yang wajib, berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha.
“Artinya : Ketika kami mengalami haid, diperintahkan kepada kami mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan mengqadha’ shalat”. (Hadits Muttafaq ‘alaih)
Jika seorang wanita kedatangan haid ketika sedang berpuasa maka batallah puasanya, sekalipun hal itu terjadi saat menjelang maghrib, dan wajib baginya mengqadha’ puasa hari itu jika puasa wajib. Namun, jika ia merasakan tanda-tanda akan datangnya haid sebelum maghrib, tetapi baru keluar darah setelah maghrib, maka menurut pendapat yang shahih bahwa puasanya itu sempurna dan tidak batal. Alasannya, darah yang masih berada di dalam rahim belum ada hukumnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya tentang wanita yang bermimpi dalam tidur seperti mimpinya orang laki-laki, apakah wajib mandi ? Beliau pun menjawab.
“Artinya : Ya, jika wanita itu melihat adanya air mani”.
Dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaitkan hukum dengan melihat air mani, bukan dengan tanda-tanda akan keluarnya. Demikian pula masalah haid, tidak berlaku hukum-hukumnya kecuali dengan melihat adanya darah keluar, bukan dengan tanda-tanda akan keluarnya.
Juga jika pada saat terbitnya fajar seorang wanita masih dalam keadaan haid maka tidak sah berpuasa pada hari itu, sekalipun ia suci sesaat setelah fajar. Tetapi jika suci menjelang fajar, maka sah puasanya sekalipun ia baru mandi setelah terbit fajar. Seperti halnya orang dalam keadaan junub, jika berniat puasa ketika masih dalam keadaan junub dan belum sempat mandi kecuali setelah terbit fajar, maka sah puasanya. Dasarnya, hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha, katanya.
“Artinya : Pernah suatu pagi pada bulan Ramadhan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada dalam keadaan junub karena jima’, bukan karena mimpi, lalu beliau berpuasa”. (Hadits Muattafaq ‘alaihi)
3. Thawaf
Diharamkan bagi wanita haid melakukan thawaf di Ka’bah, baik yang wajib maupun yang sunat, dan tidak sah thawafnya. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Aisyah.
“Artinya : Lakukanlah apa yang dilakukan jemaah haji, hanya saja jangan melakukan thawaf di Ka’bah sebelum kamu suci”.
Adapun kewajiban lainnya, seperti sa’i antara Shafa dan Marwah, wukuf di Arafah, bermalam di Muzdalifah dan Mina, melempar jumrah dan amalan haji serta umrah selain itu, tidak diharamkan. Atas dasar ini, jika seorang wanita melakukan thawaf dalam keadaan suci, kemudian keluar haid langsung setelah thawaf, atau di tengah-tengah melakukan sa’i, maka tidak apa-apa hukumnya.
4. Thawaf Wada’
Jika seorang wanita telah mengerjakan seluruh manasik haji dan umrah, lalu datang haid sebelum keluar untuk kembali ke negerinya dan haid ini terus berlangsung sampai ia keluar, maka ia boleh berangkat tanpa thawaf wada’. Dasarnya, hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma.
“Artinya : Diperintahkan kepada jemaah haji agar saat-saat terakhir bagi mereka berada di Baitullah (melakukan thawaf wada’), hanya saja hal itu tidak dibebankan kepada wanita haid”. (Hadits Muttafaq ‘Alaih)
Dan tidak disunatkan bagi wanita haid ketika hendak bertolak, mendatangi pintu Masjidil Haram dan berdo’a. Karena hal ini tidak ada dasar ajarannya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan seluruh ibadah harus berdasarkan pada ajaran (sunnah) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan, menurut ajaran (sunnah) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaliknya. Sebagaimana disebutkan dalam kisah Shafiyah Radhiyallahu ‘Anha, ketika dalam keadaan haid setelah thawaf ifadhah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya : “Kalau demikian, hendaklah ia berangkat” (Hadits Muttafaq ‘Alaih). Dalam hadits ini, Nabi tidak menyuruhnya mendatangi pintu Masjidil Haram. Andaikata hal itu disyariatkan, tentu Nabi sudah menjelaskannya.
Adapun thawaf untuk haji dan umrah tetap wajib bagi wanita haid, dan dilakukan setelah suci.
5. Berdiam dalam masjid
Diharamkan bagi wanita haid berdiam dalam masjid, bahkan diharamkan pula baginya berdiam dalam tempat shalat Ied. Berdasarkan hadits Ummu Athiyah Radhiyallahu Anha bahwa ia mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Agar keluar para gadis, perawan dan wanita haid … Tetapi wanita haid menjauhi tempat shalat”. (Hadits Muttafaq ‘Alaih)
6. Jima’ (senggama)
Diharamkan bagi sang suami melakukan jima’ dengan isterinya yang sedang haid, dan diharamkan bagi sang isteri memberi kesempatan kepada suaminya melakukan hal tersebut. Dalilnya, firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah : ‘Haid itu adalah suatu kotoran’. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci …”. (Al-Baqarah : 222)
Yang dimaksud dengan “Al-mahidhi” dalam ayat di atas adalah waktu haid atau tempat keluarnya yaitu farji (vagina).
Dan sabda nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Lakukan apa saja, kecuali nikah (yakni : bersenggama)”. (Hadits Riwayat Muslim)
Umat Islam juga telah berijma’ (sepakat) atas dilarangnya suami melakukan jima’ dengan istrinya yang sedang haid dalam farji-nya.
Oleh karena itu, tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian melakukan perbuatan mungkar ini, yang telah dilarang oleh Kitab Allah, sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ijma’ ummat Islam. Maka siapa saja yang melanggar larangan ini, berarti ia telah memusuhi Allah dan Rasul-Nya serta mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman.
An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu Syarh Al Muhadzdzab Juz 2, hal. 374. mengatakan : “Imam Asy-Syafi’i berpendapat bahwa orang yang melakukan hal itu telah berbuat dosa besar. Dan menurut para sahabat kami serta yang lainnya, orang yang menghalalkan senggama dengan isteri yang haid hukumnya kafir”.
Untuk menyalurkan syahwatnya, suami diperbolehkan melakukan selain jima’ (senggama), seperti : berciuman, berpelukan dan bersebadan pada selain daerah farji (vagina). Namun, sebaiknya, jangan bersebadan pada daerah antara pusat dan lutut jika sang isteri mengenakan kain penutup. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Aisyah Radhiyallahu ‘Anha.
“Artinya : Pernah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhku berkain, lalu beliau menggauliku sedang aku dalam keadaan haid”. (Hadits Muttafaq ‘Alaih)
7. Talak
Diharamkan bagi seorang suami mentalak isterinya yang sedang haid, berdasarkan firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) …”. (Ath-Thalaq : 1)
Maksudnya, isteri-isteri itu ditalak dalam keadaan dapat menghadapi iddah yang jelas. Berarti, mereka tidak ditalak kecuali dalam keadaan hamil atau suci sebelum digauli. Sebab, jika seorang isteri ditalak dalam keadaan haid, ia tidak dapat menghadapi iddahnya karena haid yang sedang dialami pada saat jatuhnya talak itu tidak dihitung termasuk iddah. Sedangkan jika ditalak dalam keadaan suci setelah digauli, berarti iddah yang dihadapinya tidak jelas karena tidak dapat diketahui apakah ia hamil karena digauli tersebut atau tidak. Jika hamil, maka iddahnya dengan kehamilan; dan jika tidak, maka iddahnya dengan haid. Karena belum dapat dipastikan jenis iddahnya, maka diharamkan bagi sang suami mentalak isterinya sehingga jelas permasalahan tersebut.
Jadi, mentalak isteri yang sedang haid haram hukumnya. Berdasarkan ayat di atas dan hadits dari Ibnu Umar yang diriwayatkan dalam shahih Al-Bukhari dan Muslim serta kitab hadits lainnya, bahwa ia telah menceraikan isterinya dalam keadaan haid, maka Umar (bapaknya) mengadukan hal itu kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun marah dan bersabda.
“Artinya : Suruh ia merujuk isterinya kemudian mempertahankannya sampai ia suci, lalu haid, lalu suci lagi. Setelah itu, jika ia mau, dapat mempertahankannya atau mentalaknya sebelum digauli. Karena itulah iddah yang diperintahkan Allah dalam mentalak isteri”.
Dengan demikian, berdosalah seorang suami andaikata mentalak isterinya yang sedang haid. Ia harus bertaubat kepada Allah dan merujuk isterinya untuk kemudian mentalaknya secara syar’i sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Yakni, setelah merujuk isterinya hendaklah ia membiarkannya sampai suci dari haid yang dialaminya ketika ditalak, kemudian haid lagi, setelah itu jika ia menghendaki dapat mempertahankannya atau mentalaknya sebelum digauli.
Dalam hal diharamkannya mentalak isteri yang sedang haid, ada tiga masalah yang dikecualikan.
Jika talak terjadi sebelum berkumpul dengan isteri atau sebelum menggaulinya (dalam keadaan pengantin baru misalnya, pent), maka boleh mentalaknya dalam keadaan haid. Sebab, dalam kasus demikian, si isteri tidak terkena iddah, maka talak tersebut pun tidak menyalahi firman Allah Ta’ala: “… maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) …”. (At-Thalaq : 1)
Jika haid terjadi dalam keadaan hamil, sebagaimana telah dijelaskan sebabnya pada pasal terdahulu.
Jika talak tersebut atas dasar ‘iwadh (penggantian), maka boleh bagi suami menceraikan isterinya yang sedang haid.
Misalnya, terjadi percekcokan dan hubungan yang tidak harmonis lagi antara suami – isteri. Lalu si isteri meminta suami agar mentalaknya dan suami memperoleh ganti rugi karenanya, maka hal itu boleh sekalipun isteri dalam keadaan haid. Berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma.
“Artinya : Bahwa isteri Tsabit bin Qais bin Syammas datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata : ‘Ya Rasulullah, sungguh aku tidak mencelanya dalam ahlak maupun agamanya, tetapi aku takut akan kekafiran dalam Islam’. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya : ‘Maukah kamu mengembalikan kepadanya kebunnya?’. Wanita itu menjawab : ‘Ya’. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda (kepada suaminya): ‘Terimalah kebun itu, dan ceraikanlah ia”. (Hadits Riwayat Al-Bukhari)
Dalam hadits tadi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak bertanya apakah si isteri sedang haid atau suci. Dan karena talak ini dibayar oleh pihak isteri dengan tebusan atas dirinya maka hukumnya boleh dalam keadaan bagaimanapun, jika memang diperlukan.
Dalam kitab Al-Mughni disebutkan tentang alamat bolehnya khulu’ (cerai atas permintaan pihak isteri dengan membayar tebusan) dalam keadaan haid : “Dilarang-nya talak dalam keadaan haid adalah adanya madharat (bahaya) bagi si isteri dengan menunggu lamanya masa ‘iddah. Sedang khulu’ adalah untuk menghilangkan madharat bagi si isteri disebabkan hubungan yang tidak harmonis dan sudah tidak tahan tinggal bersama suami yang dibenci dan tidak disenanginya. Hal ini tentu lebih besar madharatnya bagi si isteri daripada menunggu lamanya masa ‘iddah, maka diperbolehkan menghindari madharat yang lebih besar dengan menjalani sesuatu yang lebih ringan madharatnya. Karena itu Nabi tidak bertanya kepada wanita yang meminta khulu’ tentang keadaannya”. (Ibid, Juz 7, hal. 52)
Dan dibolehkan melakukan akad nikah dengan wanita yang sedang haid, karena hal itu pada dasarnya adalah halal, dan tidak ada dalil yang melarangnya. Namun, perlu dipertimbangkan bila suami diperkenankan berkumpul dengan isteri yang sedang dalam keadaan haid. Jika tidak dikhawatirkan akan menggauli isterinya yang sedang haid tidak apa-apa. Sebaliknya, jika dikhawatirkan maka tidak diperkenankan berkumpul dengannya sebelum suci untuk menghindari hal-hal yang dilarang.
8. ‘Iddah Talak dihitung dengan haid
Jika seorang suami menceraikan isteri yang telah digauli atau berkumpul dengannya, maka si isteri harus beriddah selama tiga kali haid secara sempurna apabila termasuk wanita yang masih mengalami haid dan tidak hamil. Hal ini didasarkan pada firman Allah.
“Artinya : Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’…”. (Al-Baqarah : 228)
Tiga kali quru’ artinya tiga kali haid. Tetapi jika si isteri dalam keadaan hamil, maka iddahnya ialah sampai melahirkan, baik masa iddahnya itu lama maupun sebentar. Berdasarkan firman Allah.
“Artinya : … Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya …”. (Ath-Thalaaq : 4)
Jika si isteri termasuk wanita yang tidak haid, karena masih kecil dan belum mengalami haid, atau sudah menopause, atau karena pernah operasi pada rahimnya, atau sebab-sebab lain sehingga tidak diharapkan dapat haid kembali, maka iddahnya adalah tiga bulan. Sebagaimana firman Allah.
“Artinya : Dan perempuan-perempuan yang putus asa dari haid di antara isteri-isterimu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu pula perempuan-perempuan yang tidak haid …”. (At-Thalaaq : 4)
Jika si isteri termasuk wanita-wanita yang masih mengalami haid, tetapi terhenti haidnya karena suatu sebab yang jelas seperti sakit atau menyusui, maka ia tetap dalam iddahnya sekalipun lama masa iddahnya sampai ia kembali mendapati haid dan beriddah dengan haid itu. Namun jika sebab itu sudah tidak ada, seperti sudah sembuh dari sakit atau telah selesai dari menyusui sementara haidnya tak kunjung datang, maka iddahnya satu bulan penuh terhitung mulai dari tidak adanya sebab tersebut. Inilah pedapat yang shahih yang sesuai dengan kaidah-kaidah syar’iyah. Dengan alasan, jika sebab itu sudah tidak ada sementara haid tak kunjung datang maka wanita tersebut hukumnya seperti wanita yang terhenti haidnya karena sebab yang tidak jelas. Dan jika terhenti haidnya karena sebab yang tidak jelas, maka iddahnya yaitu satu tahun penuh dengan perhitungan; sembilan bulan sebagai sikap hati-hati untuk kemungkinan hamil (karena masa kehamilan pada umumnya 9 bulan) dan tiga bulan untuk iddahnya.
Adapun jika talak terjadi setelah akad nikah sedang sang suami belum mencampuri dan menggauli isterinya, maka dalam hal ini tidak ada iddah sama sekali, baik dengan haid maupun yang lain. Berdasarkan firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu menceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-kali tidak wajib atas mereka iddah yang kamu minta menyempurnakannya …”. (Al-Ahzaab : 49)
9. Keputusan bebasnya rahim
Yakni keputusan bahwa rahim bebas dari kandungan. Ini diperlukan selama keputusan bebasnya rahim dianggap perlu, karena hal ini berkaitan dengan beberapa masalah. Antara lain, apabila seorang mati dan meninggalkan wanita (isteri) yang kandungannya dapat menjadi ahli waris orang tersebut, padahal si wanita setelah itu bersuami lagi. Maka suaminya yang baru itu tidak boleh menggaulinya sebelum ia haid atau jelas kehamilannya. Jika telah jelas kehamilannya, maka kita hukumi bahwa janin yang dikandungnya mendapatkan hak warisan karena kita putuskan adanya janin tersebut pada saat bapaknya mati. Namun, jika wanita itu pernah haid (sepeninggal suaminya yang pertama), maka kita hukumi bahwa janin yang dikandungnya tidak mendapatkan hak warisan karena kita putuskan bahwa rahim wanita tersebut bebas dari kehamilan dengan adanya haid.
10. Kewajiban mandi
Wanita haid jika telah suci wajib mandi dengan membersihkan seluruh badannya. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Fatimah binti Abu Hubaisy.
“Artinya : Bila kamu kedatangan haid maka tinggalkan shalat, dan bila telah suci mandilah dan kerjakan shalat”. (Hadits Riwayat Al-Bukhari)
Kewajiban minimal dan mandi yaitu membersihkan seluruh anggota badan sampai bagian kulit yang ada di bawah rambut. Yang afdhal (lebih utama), adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala ditanya oleh Asma binti Syakl tentang mandi haid, beliau bersabda.
“Artinya : Hendaklah seseorang di antara kamu mengambil air dan daun bidara lalu berwudhu dengan sempurna, kemudian mengguyurkan air di bagian atas kepala dan menggosok-gosoknya dengan kuat sehingga merata ke seluruh kepalanya, selanjutnya mengguyurkan air pada anggota badannya. Setelah itu, mengambil sehelai kain yang ada pengharumnya untuk bersuci dengannya. “Asma bertanya : “Bagaimana bersuci dengannya ?” Nabi menjawab : “Subhanallah”. Maka Aisyah pun menerangkan dengan berkata : “Ikutilah bekas-bekas darah”. (Hadits Riwayat Muslim) Shahih Muslim, Juz 1 hal.179.
Tidak wajib melepas gelungan rambut, kecuali jika terikat kuat dan dikhawatirkan air tidak sampai ke dasar rambut. Hal ini didasarkan pada hadits yang tersebut dalam Shahih Muslim Juz 1, hal. 178 dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha bahwa ia bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : ‘Aku seorang wanita yang menggelung rambutku, haruskah aku melepasnya untuk mandi jinabat ?’ Menurut riwayat lain : ‘untuk (mandi) haid dan jinabat ?’ Nabi bersabda. ‘Tidak, cukup kamu siram kepalamu tiga kali siraman (dengan tanganmu), lalu kamu guyurkan air ke seluruh tubuhmu, maka kamupun menjadi suci”.
Apabila wanita haid mengalami suci di tengah-tengah waktu shalat, ia harus segera mandi agar dapat melakukan shalat pada waktunya. Jika ia sedang dalam perjalanan dan tidak ada air, atau ada air tetapi takut membahayakan dirinya dengan menggunakan air, atau sakit dan berbahaya baginya air, maka ia boleh bertayamum sebagai ganti dari mandi sampai hal yang menghalanginya itu tidak ada lagi, kemudian mandi.
Ada di antara kaum wanita yang suci di tengah-tengah waktu shalat tetapi menunda mandi ke waktu lain, dalihnya : “Tidak mungkin dapat mandi sempurna pada waktu sekarang ini”. Akan tetapi ini bukan alasan ataupun halangan, karena boleh baginya mandi sekedar untuk memenuhi yang wajib dan melaksanakan shalat pada waktunya. Apabila kemudian ada kesempatan lapang, barulah ia dapat mandi dengan sempurna.
Hukum-hukum Haid
Batu Mustika Khodam Penarik Rejeki Batu Mustika Khodam Penarik Rejeki merupakan batu mustika bertuah asli dan memiliki corak pamor kantong rejeki didalam batu mustika, sangat jarang sekali mustika kantong rejeki yang pamornya ada dalam batu mustika, perhatikan corak warna orange keemasan pada batu mustika tersebut bentuknya sangat menyerupai kantong gaib yang langka sekali. Khasiat Manfaat… selengkapnya
Rp 300.000Mustika Combong Lipan Keramat Mustika Combong Lipan Keramat merupakan mustika bertuah yang memiliki pamor guratan lipan sangat indah dan elegan, pamor tersebut terbentuk secara alami dan bukan isian manusia. Energi batu mustika ini murni berasal dari alam dan sangat kuat saat dirasakan. Masalah Kehidupan Dalam perjalanan hidup anda selalu saja mengalami masalah seperti karir tak… selengkapnya
Rp 340.000Mustika Api Eyang Canggah Mustika Api Eyang Canggah merupakan mustika bertuah yang sangat indah dan langka dengan corak pamor yang indah dengan corak warna merah api. Khasiat Manfaat Bertuah Mustika Api Eyang Canggah Insya Allah untuk Kawibawaan tingkat tinggi, semakin disegani oleh orang sekitar, meningkatkan kecerdasan daya pikir, sehingga mudah mendapatkan pekerjaan, keberuntungan lulus tes… selengkapnya
Rp 250.000Mustika Lawe Saukel Nama daripada Produk ini. Mustika Lawe Saukel berkhasiat Insya Allah untuk Mendorong kesuksesan bisnis dan usaha, kelanggengan mempertahankan jabatan, keharmonisan hubungan cinta, pembuka aura wajah sehingga tampil tampan/cantik mempesona. Produk Jenis ini bernama Batu Akik Pamor LAwe Saukel. Produk jenis ini ditemukan Tahun 1548. Tingkat Kekerasan 6.5-7 Mohs. Ukuran : 36x24x6 milimeter…. selengkapnya
Rp 300.000Batu Mustika Banaspati Ganas Batu Mustika Banaspati Ganas merupakan mustika bertuah yang memiliki getaran energi alami yang luar biasa. Mustika ini sangat ideal untuk dijadikan sebagai mustika ageman ataupun sarana spiritual untuk berbagai macam hajat. Keterangan Mustika. Produk Jenis ini bernama Batu Calsedony. Produk jenis ini ditemukan Tahun 1548. Tingkat Kekerasan 6.5-7 Mohs. Ukuran Batu… selengkapnya
Rp 300.000Baju Surjan Adat Jawa Surjan bagi orang Jawa merupakan salah satu model pakaian adat yang penuh filosofis kehidupan. Surjan merupakan bubusana adat Jawa atau orang bilang busana kejawen penuh dengan piwulang sinandhi, kaya akan suatu ajaran tersirat yang terkait dengan filosofi Jawa. Kata lurik berasal dari kata lorek yang berarti garis-garis melambangkan kesederhanaan. Pakaian surjan… selengkapnya
Rp 70.000Keris Majapahit Pamor Sodo Sakler Nama Produk ini. Keris Majapahit Pamor Sodo Sakler mempunyai khasiat Insya Allah untuk membuat pemiliknya hidup dalam kelurusan tegap menjulang keatas, terhindar dari petaka dan kegagalan hidup seperti usaha dan urusan cinta jauh dari kegagalan, menjadikan pemilik dan usahanya mudah naik daun, mencapai puncak popularitas, mempunyai kehormatan dan derajat yang… selengkapnya
Rp 2.650.000Mustika Khodam Monyet Putih Mustika Khodam Monyet Putih merupakan batu mustika bertuah yang memiliki corak pamor bulu monyet putih. Silahkan anda cermati dan perhatikan dengan seksama terlebih dahulu gambar pamor dari mustika tersebut. sungguh sangat indah serta sangat jarang sekali ditemukan. Khasiat Manfaat Bertuah Mustika Tersebut Insya Allah untuk proteksi gaib diri sendiri, rumah, toko,… selengkapnya
Rp 340.000Mustika Mata Putih Khodam Ganas Mustika Mata Putih Khodam Ganas adalah batu mustika bertuah dengan motif pamor sepasang mata putih yang unik dan jarang untuk didapatkan. Mustika tersebut pamornya terbentuk secara alami dan bukan karena isian maupun gambaran manusia. Khasiat Manfaat Bertuah Mustika Mata Putih Khodam Ganas Insya Allah untuk Pengasihan Pandangan Mata Tingkat Tinggi,… selengkapnya
Rp 325.000Orang Pintar Yang Bisa Menyelesaikan Masalah Terlambat Haid. Dapatkan menstruasi Anda kembali dengan Dukun Terlambat Datang Bulan. Layanan ini menawarkan solusi yang aman, cepat, dan lengkap untuk siklus menstruasi Anda yang terlambat. Ini benar-benar aman dan pribadi dan mereka akan menjaga Anda tidak peduli jam berapa sekarang. Konsultasi Orang Pintar Yang Bisa Menyelesaikan Masalah Terlambat… selengkapnya
*Harga Hubungi CSTentang Pengasihan Kirim Impen. Pengasihan Kirim Impen adalah pengasihan yang menggunakan kekuatan mimpi untuk bisa membuat orang yang dituju agar jatuh cinta pada Anda. Sehingga asalnya tidak cinta menjadi cinta dan asalnya benci menjadi sayang. Manteranya : Bismillaahirrohmaanirrohiim Unggut-unggut sukma ngelayung Kencala manis madune tawon Ora manis madune tawon Masih manis oba suaraku Yen aku… selengkapnya
Berita Artikel Seorang pria ditemukan hidup setelah 8 tahun dikubur 2009/05/06, Ratusan orang rela berjalan jauh ke desa Hluleka di Transkei, Afrika Selatan hanya untuk mendengar cerita seorang supir taksi minibus yang mengaku kembali dari kematian 8 tahun setelah ia dikuburkan. Fakta sebenarnya masih misterius bagaimana Nkosinathi Ntsente (39 tahun) yang ditembak mati pada tahun… selengkapnya
Sejarah Pusaka Kujang. Kujang adalah sebuah senjata unik dari daerah Jawa Barat. Kujang mulai dibuat sekitar abad ke-8 atau ke-9, terbuat dari besi, baja dan bahan pamor, panjangnya kurang lebih 20 cm dan beratnya sekitar 300 gram. Kujang merupakan perkakas yang merefleksikan ketajaman dan daya kritis dalam kehidupan juga melambangkan kekuatan dan keberanian untuk melindungi… selengkapnya
Kesaktian Gelap Sayuta. Orang dulu sering membangga-banggakan aji Gelap Sayuta, kerana orang yang mengamalkan ajian ini suaranya bisa menggetarkan orang yang mendengarkan. Untuk pukulan tenaga dalam yang dilamuri ajian ini bisa mematikan lawan.Selain Kesaktian Gelap Sayuta inilah 47 Macam Ajian Kesaktian Paling Ampuh
Yusuf Islam : Bagaimana saya memeluk Islam. Nama : Cat stevens. Setelah memeluk agama islam ia bernama YOUSEF ISLAM. Lahir di London, dijantung kota Inggris. Terlahir di zaman telah adanya tehnologi canggih dan di negara modern yg. terkenal di dunia. Dari lingkungan yg. demikian itu. saya tumbuh dan hidup. Pendidikan saya selesaikan di sekolah2 Katholik… selengkapnya
Tentang Asma Ruhul Jizim. Asma Ruhul Jizim yang merupakan rajanya lembu sekilan ini memiliki kegunaan untuk silat ghoib, mengurung atau menghalau dan melempar musuh. Yang jelas serangan musuh tidak akan bisa menyentuh tubuh pemilik asma ini walaupun ia menggunakan senjata tajam maupun senjata api. Agar pembaca tidak penasaran, berikut ini kami cantumkan amalan Asma Ruhul… selengkapnya
Cara Memiliki Batu Mustika Pemikat Wanita Ampuh Cara Memiliki Batu Mustika Pemikat Wanita Ampuh – Batu mustika pemikat wanita merupakan salah satu sarana spiritual yang bisa memancarkan aura daya pikat dalam diri anda, mustika pemikat wanita biasa disebut juga dengan batu mustika pelet. Mustika bertuah ampuh ini banyak digunakan oleh lelaki yang ingin memikat wanita… selengkapnya
Alamat Dukun Alamat Dukun Maluku Utara Alamat Dukun Alamat Dukun Maluku Utara sering dicari oleh masyarakat karena datang ketempat praktek adalah kebiasaan orang-orang jika ingin bertransaksi. Banyak sekali orang-orang yang tertipu karena mengambil jasa Dukun atau dukun dari jarak jauh. Anda tidak perlu khawatir karena Pusaka Dunia membuka layanan jasa spiritual yang ampuh dan terpercaya…. selengkapnya
Barang Antik Bertuah Asli Barang Antik Bertuah Asli merupakan sebuah benda / barang antik peninggalan zaman dahulu yang memiliki energi, barang antik memang sangat familiar di kalangan para pencinta barang antik bertuah. Terlebih lagi bagi Anda yang suka mengoleksi barang barang bertuah pasti anda mengenal barang antik asli. Meski pun secara fisik tak nampak bagus… selengkapnya
Khasiat Kesaktian Batu Akik Darah / Batu Mustika Akik Darah / Mustika Akik Darah / Batu Akik Darah Baturaja adalah Batu jenis Akik / Agate dinamakan Akik Darah karena warnanya yang merah seperti darah. Batu Akik Darah yang berwarna Merah Terang seperti Darah sangat langka dan yang paling banyak ada campuran unsur warna lain, seperti… selengkapnya