Beranda » Blog » Hamzah bin Abdul Mutthalib

Hamzah bin Abdul Mutthalib

Diposting pada 4 Desember 2016 oleh Pusaka Dunia / Dilihat: 441 kali

Hamzah telah kenal akan kebesaran dan kesempurnaan keponakannya, tahu sebaik-baiknya akan kepribadian dan watak serta akhiaqnya. la tidak hanya mengenalnya sebagai seorang paman terhadap keponakannya semata, tetapi juga sebagai saudara terhadap saudaranya, dan shahabat terhadap teman sejawatnya. Sebabnya ialah karena Rasulullah dan Hamzah dari satu generasi, dan usia yang berdekatan. Mereka dibesarkan bersama, bermain bersama dan menjadi shahabat karib, serta menempuh jalan kehidupan dari bermula selangkah demi selangkah secara bersama-sama pula.

Memang di waktu muda masing-masing mereka telah menempuh jalan sendiri-sendiri. Hamzah mulai bersaing dengan teman-temannya untuk mendapatkan kelayakan hidup dan merintis jalan bagi dirinya untuk beroleh kedudukan di kalangan pembesar-pembesar kota Mekah dan pemimpin-pemimpin Quraisy. Sementara Muhammad SAW tetap bertahan di lingkungan cahaya ruhani yang mulai menerangi jalan baginya menuju Ilahi, serta mengikuti bisikan hati yang mengajaknya menjauhi kebisingan hidup untuk mencapai renungan yang dalam, serta mempersiapkan diri dalam menyambut dan menerima kebenaran.

Walaupun kedua anak muda itu telah mengambil arah yang berlainan, tetapi tidak satu detik pun hilang dari ingatan Hamzah. Keutamaan shahabat dan keponakannya, yakni keutamaan dan kemuliaan yang mengantarkan pemiliknya kepada kedudukan tinggi di mata manusia umumnya, dan melukiskan secara gamblang masa depannya yang gemilang telah banyak diketahui Hamzah.

Suatu ketika seperti biasa Hamzah keluar rumahnya. Di sisi Ka’bah didapatinya serombongan pembesar dan bangsawan Quraisy, lalu ia pun duduk bersama mereka, mendengarkan apa yang mereka percakapkan. Rupanya mereka sedang membicarakan Muhammad SAW. Dan untuk pertama kali Hamzah melihat mereka diliputi rasa gelisah disebabkan oleh da’wah yang dilakukan oleh keponakannya. Dari ucapan mereka tersembur amarah murka, kebencian dan kedengkian. Sebelum itu mereka tidak peduli, atau pura-pura tidak peduli dan ambil pusing. Tetapi sekarang wajah-wajah mereka mengerikan, menyeringai karena berang dan kecewa serta hendak menerkarn. Lama Hamzah tertawa mendengar obrolan mereka. Dituduhnya mereka keterlaluan dan salah tafsir.

Di saat itu Abu Jahal segera menegaskan kepada hadirin bahwa sebenarnya Hamzah paling tahu akan bahaya ajaran yang diserukan oleh Muhammad SAW hanya ia menganggapnya enteng hingga Quraisy jadi lengah dan lalai. Kemudian nanti datang suatu saat di mana keadaan telah terlambat dan terbukalah baginya bahaya yang dibawa oleh keponakannya itu. Demikianlah mereka melanjutkan pembicaraan dalam suasana hiruk pikuk yang tidak luput dari ancaman.

Ketika perternuan itu usai dan masing-masing meneruskan acaranya, kepala Hamzah pun dipenuhi fikiran dan perasaan baru, menyebabkan perhatiannya tertuju kepada urusan keponakannya dan mempertimbangkan kembali baik dan buruknya.

Hari-hari pun berlalu silih berganti, dan makin lama desas-desus yang disebarkan Quraisy sekitar da’wah Rasul makin memuncak. Kemudian desas-desus itu berubah menjadi hasutan dan komplotan.

Ketabahan hati keponakannya itu amat mengherankannya, sementara usahanya yang mati-matian membela keimanan dan kelancaran da’wahnya, merupakan suatu hal yang baru bagi kaum Quraisy urnumnya, walaupun sebenarnya mereka terkenal gigih keras kepala.

Dan seandainya ketika itu keragu-raguan dapat menggoyahkan kepercayaan seseorang tentang kebenaran Rasulullah dan kebesaran jiwanya, tetapi ia takkan menernukan jalan untuk mempengaruhi dan memperdayakan Hamzah. Hamzah adalah orang yang paling kenal siapa Muhammad SAW, semenjak masa kanak-kanak hingga waktu mudanya yang tidak bernoda, dan sampai usia dewasanya yang terpercaya.

Ia kenal Muhammad SAW semenjak mereka baru lahir ke alam wujud, menjadi remaja dan sama-sama berangkat dewasa, di mana lembaran kehidupan Muhammad SAW terbuka di hadapan matanya yang suci bersih laksana sinar matahari, tidak satu cacat pun dilihatnya pada lembaran itu … ! Tidak sekali pun dilihatnya ia marah atau naik darah, kecewa atau putus asa, apalagi menampakkan ketamakan dan keserakahan, berolok-olok atau berbuat hal yang sia-sia.

Dan Hamzah bukan saja seorang yang menikmati kekuatan jasmaniah belaka, tetapi ia dikaruniai pula kekuatan kemauan dan ketajaman akal pikiran. Dari itu tidak wajar bila ia ketinggalan dan tak ingin mengikuti orang yang diketahuinya betul-betul jujur dan dapat dipercaya. Hanya hal itu dipendamnya dalam hati, menunggu saat yang tepat untuk membukakannya, yang waktunya telah dekat dan tidak akan menunggu lama…

Dan hari yang ditunggu-tunggu itu pun datanglah juga… Hamzah keluar dari rumahnya menjinjing busur dan menujukan langkahnya ke arah padang belantara untuk melatih kegemaran dan melakukan olah raga yang amat disukainya yaitu berburu. Ia amat mahir dalam hal ini. Ada kira-kira setengah hari ia menghabiskan waktunya di sana, dan ketika kembali dari perburuannya ia langsung pergi ke Ka’bah untuk thawaf seperti biasa sebelum pulang ke rumahnya. Setibanya dekat Ka’bah ia diternui oleh seorang pelayan wanita Abdullah bin Jud’an. Dan demi dilihatnya Hamzah telah dekat, berkatalah pelayan itu kepadanya: “Wahai Abu Umarah, seandainya anda melihat apa yang dialami oleh keponakan anda Muhammad SAW baru-bam ini…! Abul Hakarn bin Hisyam, ketika mendapatkan Muhammad SAW sedang duduk di sana, disakiti dan dimakinya, hingga mengalami hal-hal yang tidak diinginkan…!” Lalu dilanjutkannya cerita mengenai perlakuan Abu Jahal kepada Rasulullah….

Hamzah mendengarkan perkataannya dengan baik, kemudian ia menundukkan kepalanya sejenak, lalu membawa busur panahnya dan menyandangkan ke bahunya. Setelah itu dengan langkah cepat tetapi tegap ia pergi menuju Ka’bah dan berharap akan bertemu dengan Abu Jahal di sana… Dan jika tidak diternuinya, maka pencarian akan dilakukannya di mana pun juga sampai berhasil…

Tetapi belum lagi sampai di Ka’bah, kelihatan olehnya Abu Jahal di pekarangannya sedang dikelilingi oleh beberapa orang pembesar Quraisy. Maka dalam ketenangan yang mencekarn, Hamzah maju mendapatkan Abu Jahal lalu melepaskan busurnya dan memukulkannya ke kepala Abu Jahal hingga luka dan mengeluarkan darah. Dan sebelum orang-orang itu menyadari apa yang terjadi, Hamzah pun membentak Abu Jahal, katanya, “Kenapa kamu cela dan kamu maki Muhammad SAW, padahal aku telah menganut Agamanya dan mengatakan apa yang dikatakannya…? Nah, cobalah ulangi kembali makianmu itu kepadaku jika kamu berani!”

Dalam sekejap, orang-orang yang berada di sana lupa akan penghinaan yang baru menimpa pemimpin mereka dan darah yang mengalir dari kepalanya, terpesona oleh kata-kata yang keluar dari mulut Hamzah yang tak ubahnya bagaikan bunyi halilintar di siang belong…, yaitu kata-kata yang diucapkannya untuk menyatakan bahwa ia telah menganut Agama Muhammad SAW, mengakui apa yang diakuinya dan mengatakan apa yang dikatakannya…

Apa, apakah Hamzah telah masuk Islam…? Dan…, seorang anak muda Quraisy yang paling gigih membela haknya serta yang paling mulia…! Sungguh suatu bencana besar yang tak dapat diatasi oleh bangsa Quraisy…! Keislaman Hamzah akan menarik perhatian tokoh-tokoh pilihan untuk sama-sama memasuki Agama itu, hingga Muhammad SAW akan beroleh tenaga dan kekuatan yang akan membela dakwah dan memperkokoh barisannya, dan di suatu saat nanti orang-orang Quraisy akan bangun dan sadarkan diri, karena mendengar bunyi linggis dan tembilang yang menghancurleburkan berhala-berhala dan tuhan-tuhan mereka…!

Memang tidak salah…! Hamzah telah masuk Islam, dan di hadapan umum telah dikeluarkan simpanan hatinya selama ini, dan ditinggalkannya orang banyak itu merenungi kekecewaan dan kegagalan harapan mereka, dan dibiarkannya Abu Jahal menjilat darah yang mengucur dari kepalanya yang luka. Hamzah kembali memungut busur dengan tangan kanannya, dan menggantungkannya di bahu, lalu dengan langkah yang tegap dan hati yang pekat pergi pulang ke rumahnya…!

Hamzah adalah seorang yang berpikiran cerdas dan berpendirian keras. Ketika ia telah pulang ke rumahnya dan hilang rasa lelahnya duduklah ia, dan membawa dirinya berfikir serta merenungkan peristiwa yang baru saja dialaminya.

Bagaimana cara ia menyatakan keislamannya dan kapan? Ia telah menyatakannya dalam saat emosi dan tersinggung, saat amarah dan naik darah… Ia tak sudi bila keponakannya diperlakukan secara sewenang-wenang dan dianiaya tanpa adanya pembela! Oleh sebab itulah ia jadi murka dan tampil membela Muhammad SAW serta kehormatan Bani Hasyim. Lalu ia langsung menerima Agama baru yang belum lagi diselidiki ajarannya dan belum dikenal hakikatnya kecuali sekelumit kecil…?

Benar, ia tidak sedikit pun ragu tentang kebenaran Muhammad SAW dan ketulusan maksudnya. Tetapi mungkinkah seseorang menerima satu agama baru berikut segala kewajiban dan tanggung jawabnya di saat marah dan naik darah sebagai yang dilakukan oleh Hamzah sekarang ini?

Memang dalam dadanya terpendam niat untuk menghormati da’wah baru yang panji-panjinya dipikul oleh keponakannya. Hanya seandainya ia telah ditaqdirkan akan menjadi salah seorang pengikut dari dakwah ini, yang beriman dan menyediakan diri untuk menjadi pembantu dan pembelanya, maka apabilakah sebenarnya waktu yang tepat untuk memasukinya…? Apakah di saat berang dan tersinggung ataukah setelah berpikir dan merenung…?

Demikianlah kelugasan pendirian dan kemurnian berpikir mengharuskannya untuk membawa semua masalah ini kembali ke batu ujian dan neraca pertimbangan. Mulailah ia berpikir dan hari-hari berlalu…, siang hatinya tak pernah tenteram dan malam matanya tak pernah terpejam…

Dan anehnya ketika kita berusaha mencari kebenaran dengan perantaraan akal, maka kebimbangan pun tampil ke depan sebagai penghalang… Demikianlah, demi Hamzah menggunakan akalnya untuk membahas masalah agama Islam dan membanding-bandingkan yang lama dengan yang baru, timbullah keraguan dalam dirinya yang dibangkitkan oleh kerinduan yang telah mendarah daging terhadap agama nenek moyangnya, dan kecemasan yang telah jadi pusaka turun-temurun terhadap segala
hal yang baru…

Bangkitlah semua kenangannya mengenai Ka’bah berikut tuhan-tuhan dan berhala-berhalanya, begitupun tentang pengaruh keagamaan yang telah ditanarnkan oleh patung-patung pahatan itu terhadap semua penduduk Mekah dan bangsa Quraisy urnumnya…, hingga memisahkan diri dari sejarah tersebut dan meninggalkan agama lama yang telah berurat akar ini, tak ubahnya bagai hendak melompati jurang yang lebar…

Timbullah keheranannya mengapa orang demikian mudah dan tergesa-gesa mau meninggalkan agama nenek moyangnya… Maka menyesallah ia atas apa yang telah dilakukannya…, hanya perjalanan akal tetap diteruskan dan tidak dihentikannya…

Dan tatkala dirasakan bahwa akal pikiran semata tidak berdaya, maka dengan ikhlas dan tulus hati, ia pun pergi berlindung kepada yang ghaib. Di sisi Ka’bah, sambil wajahnya menengadah ke langit dan dengan minta pertolongan kepada segala kudrat dan nur yang terdapat di alam wujud ini, ia memohon dan berdo’a agar beroleh petunjuk dari yang Haq dan memperoleh jalan yang lurus.

Dan marilah kita dengar ceritanya ketika mengisahkan berita selanjutnya, katanya:
“… Kemudian timbullah sesal dalam hatiku karena meninggalkan agama nenek moyang dan kaumku…, dan aku pun diliputi kebingungan hingga mata tak hendak tidur… Lalu pergilah aku ke Ka’bah, dan memohon kepada Allah agar membukakan hatiku untuk menerima kebenaran dan melenyapkan segala keraguan. Maka Allah pun mengabulkan
permohonanku itu dan memenuhi hatiku dengan keyakinan… Aku pun segera menernui Rasulullah SAW, dan memaparkan keadaanku padanya, maka dido’akannya kepada Allah agar ditetapkan-Nya hatiku dalam Agamanya…” Demikianlah Hamzah menganut Islam secara yakin. Allah menguatkan Agama Islam dengan Hamzah, dan sebagai batu karang yang kukuh menjulang ia membela Rasulullah dan shahabat-shahabatnya yang lemah.

Abu Jahal melihat Hamzah berdiri dalam barisan Kaum Muslimin, maka menurut keyakinannya perang sudah tak dapat dielakkan lagi. Oleh sebab itu dihasutnyalah orang-orang Quraisy untuk melakukan kekerasan terhadap Rasulullah dan para shahabatnya, dania terus mempersiapkan diri untuk melancarkan perang saudara yang akan dapat mernuaskan haus dahaga, melipur rasa dendam dan sakit hatinya.

Tentu saja Hamzah tak dapat membendung segala siksaan mereka, tetapi keislamannya seolah-olah menjadi benteng dan perisai, di samping menjadi daya penarik bagi kebanyakan kabilah Arab. Apalagi setelah diikuti pula dengan masuk Islarnnya Umar bin Khatthab untuk mengikuti langkahnya, hingga mereka pun memasukinya dengan berduyun-duyun.

Dan semenjak masuk Islam, Hamzah telah bernadzar akan membaktikan segala keperwiraan, kesehatan bahkan hidup matinya untuk Allah dan Agama-Nya, hingga Nabi SAW berkenan memasangkan pada dirinya julukan istimewa ini: “Singa Allah dan singa Rasul-Nya.”

Sariyah, atau angkatan bersenjata tanpa disertai Nabi, yang mula pertama dikirim untuk menghadapi musuh, dipimpin oleh Hamzah. Dan panji-panji pertama yang dipercayakan oleh Rasulullah SAW kepada salah seorang Muslimin, diserahkan kepada Hamzah.

Kemudian ketika kedua angkatan bersenjata berhadapan rnuka di perang Badar, keberanian luar biasa telah ditunjukkan oleh Singa Allah dan Singa Rasul-Nya yang tiada lain adalah Hamzah…!

Sisa-sisa tentara Quraisy kembali dari Badar ke Mekah membawa kegagalan dan kekalahan. Abu Sufyan tak ubah bagai pohon kayu besar yang tumbang dan tercabut dengan urat akarnya. la berjalan dengan kepala tunduk meninggalkan di tengah-tengah medan, tubuh pernuka-pernuka Quraisy yang telah tiada bernyawa, seperti Abu Jahal, ‘Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Umayah bin Khalaf, ‘Uqbah bin Abi Mu’aith, Aswad bin Abdul Aswad al Makhzumi, Walid bin ‘Utbah, Nadlar bin Harits, ‘Ash bin Sa’id, Tha’mah bin ‘Adi serta beberapa puluh pemimpin dan tokoh Quraisy lainnya seperti mereka.

Setelah kekalahannya itu, mereka mulai mempersiapkan diri, menghimpun segala kekuatan dan dana untuk menebus kekalahan mereka. Pendeknya Quraisy telah bertekad bulat untuk berperang…!

Dan datanglah saatnya perang Uhud di mana orang-orang Quraisy tumpah keluar, disertai oleh sekutu mereka dari berbagai kabilah Arab lainnya. Mereka dipimpin oleh Abu Sufyan. Sedang yang dituju oleh pernuka-pernuka Quraisy dengan peperangan ini sebagai sasaran hanyalah dua orang saja, yaitu Rasulullah SAW dan Hamzah r.a.

Sebelum berangkat, mereka telah memilih seseorang yang diberi tugas untuk menyelesaikan rencana mereka terhadap Hamzah. Orang itu adalah seorang budak Habsyi yang memiliki kemahiran istimewa dalam melemparkan tombak. Sebagai imbalan mereka berjanji akan membalas jasanya dengan harga besar dan tinggi, yakni kebebasan dirinya dari budak yang bernama Wahsyi itu sebagai milik Jubair bin Muth’am waktu perang Badar, paman Jubair ini tewas di tengah medan dan ia ingin menuntut bela, maka katanya kepada Wahsyi, “Berangkatlah bersama orang-orang itu! Dan jika kamu berhasil membunuh Hamzah, maka kamu bebas…!”

Kemudian mereka bawa ia kepada Hindun binti ‘Utbah yakni isteri Abu Sufyan, agar dihasut dan didesaknya untuk melaksanakan rencana yang mereka inginkan. Dalam perang Badar, Hindun ini telah kehilangan bapak, paman, saudara dan puteranya… Disampaikan orang kepadanya bahwa Hamzahlah yang telah membunuh sebagian keluarganya itu, dan yang menyebabkan terbunuhnya yang lain. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan bahwa wanita inilah di antara orang-orang Quraisy, baik wanita maupun laki-lakinya yang paling keras menghasut untuk berperang. Tujuannya tidak lain hanyalah untuk mendapatkan kepala Hamzah.

Berhari-hari lamanya sebelum peperangan dimulai, tak ada pekerjaan Hindun kecuali menggembleng dan menghasut Wahsyi serta menumpahkan segala dendam dan kebenciannya kepada Hamzah dan merencanakan peranan yang akan dimainkan oleh budak itu… la telah menjanjikan kepada budak itu, andainya ia berhasil membunuh Hamzah, akan diberinya kekayaan dan perhiasan paling berharga yang dimiliki oleh wanita. Sementara itu jari-jarinya yang penuh kebencian memegang anting-anting permata yang mahal serta kalung emas yang terlilit pada lehernya, lalu dengan kedua matanya yang bercahaya katanya kepada Wahsyi, “Jika kamu dapat membunuh Hamzah, maka semua ini menjadi milikmu…!” Demikianlah persekongkolan jahat, di mana segala unsur-unsur perang sama-sama menginginkan Hamzah r.a. terbunuh secara terbuka tanpa ditawar-tawar.

Dan pertempuran itu pun tibalah saatnya. Kedua pasukan telah berhadapan muka, sementara Hamzah berada di tengah-tengah medan peperangan. Hamzah mulai menyerbu dan menyerang kiri kanan, dan setiap kepala yang diarahkannya pastilah terputus oleh pedangnya. Pukulannya terhadap orang-orang musyrik tiada henti-hentinya, dan seolah-olah maut menyerahkan diri ke dalam medan pertempuran yang sengit. Seluruh kaum muslimin maju dan menyerbu ke muka, hingga kemenangan hampir dalam genggamannya.

Namun karena kelengahan pasukan kaum muslimin atas perintah tuannya, agar tidak meninggalkan kedudukan mereka di puncak bukit dan turun ke bawah untuk memungut barang-barang rampasan, maka disaat mereka lengah itulah pasukan berkuda Quraisy menyerang kaum muslimin dari belakang hingga mereka menjadi sasaran dan bulan-bulanan pedang. Sergapan yang tiba-tiba itu memang amat kejam dan pahit sekali.

Hamzah melihat apa yang terjadi. Maka semangat perjuangan untuk menang berlipat ganda. Ia menerjang ke kanan ke kiri, kemuka dan ke belakang, sementara Wahsyi sedang mengintainya dan menunggu terbukanya kesempatan untuk melemparkan tombak ke tubuhnya.

Inilah cerita laporan Wahsyi tentang peristiwa tersebut:
“Saya seorang Habsyi, dan mahir melemparkan tombak dengan teknik Habsyi, hingga jarang sekali lemparanku meleset. Tatkala orang-orang telah mulai berperang, saya pun keluar dan mencari-cari Hamzah. Hingga akhirnya tampak diantara manusia tak ubahnya bagai unta kelabu yang mengancam orang-orang dengan pedangnya hingga tak seorang pun yang dapat bertahan di depannya. Maka demi Allah, ketika saya bersiap-siap untuk membunuhnya, saya bersembunyi di balik pohon agar dapat menerkamnya atau menunggunya supaya dekat, tiba-tiba saya didahului oleh Siba’ bin Abdul ‘Uzza yang tampil ke depannya. Tatkala ia tampak oleh Hamzah, maka serunya: “Marilah ke sini hai anak tukang sunat wanita!” Lalu ditebasnya hingga tepat mengenai kepalanya. Ketika itu saya pun menggerakkan tombak mengambil ancang-ancang, hingga setelah terasa tepat, saya lontarkanlah hingga mengenai pinggang bagian bawah dan tembus
ke hagian muka di antara dua pahanya. Dicobanya bangkit ke arahku, tetapi ia tak berdaya lalu rubuh dan meninggal. Saya datang mendekatinya dan mencabut tombakku, lalu kembali ke perkemahan dan duduk-duduk di sana, karena tak ada lagi tugas dan keperluanku. Saya telah membunuhnya semata-mata demi kebebasan dari perbudakan yang memilikiku…!”

Kisah dari Wahsyi selanjutnya:
“Sesampainya di Mekah saya pun dibebaskan. Saya tetap bermukim di sana sampai kota itu dimasuki oleh Rasulullah di hari pembebasan, maka saya lari ke Thaif. Dan tatkala perutusan Thaif menghadap Rasulullah untuk menyatakan keislaman, timbul berbagai rencana dalam pikiranku. Kataku dalam hati biarlah saya pergi ke Syria, atau ke Yaman, atau ke tempat lain. Demi Allah, ketika saya berada dalam kebingungan itu datanglah seseorang mengatakan kepadaku: “Hai tolol! Rasulullah tak hendak membunah seseorang yang masuk Islam…!” Maka pergilah saya mendapatkan Rasulullah SAW di Madinah. Saya baru tampak olehnya ketika tiba-tiba telah berdiri di depannya mengucapkan dua kalimat syahadat. Tatkala saya dilihatnya, beliau bertanya:
“Apakah kamu ini Wahsyi…?” “Benar, ya Rasulullah”, ujarku. Lalu sabdanya: “Ceritakanlah kepadaku bagaimana kamu membunuh Hamzah!” Maka saya ceritakanlah. Dan setelah ceritasaya itu selesai, sabdanya pula: “Sangat menyesal…! Sebaiknya engkau menghindarkan perjumpaan denganku…!” Maka selalulah saya menghindarkan diri dari hadapan dan jalan yang akan ditempuh oleh Rasulullah agar tidak kelihatan oleh beliau sampai saat beliau diwafatkan Allah. Tatkala Kaum Muslimin pergi memadarnkan pemberontakan (Nabi palsu) Musailamatul Kadzdzah penguasa Yamamah,
saya pun ikut bersama mereka dan membawa tombak yang saya gunakan untuk membunuh Hamzah dahulu. Ketika orang-orang mulai bertempur saya lihat Musailamatul Kadzdzab sedang berdiri dengan pedang di tangan. Maka saya pun bersiap-siaplah dan menggerakkan tombak membuat ancang-ancang, hingga setelah terasa tepat, saya lemparlah dan menernui sasarannya. Maka sekiranya saya dengan tombak itu telah membunuh sebaik-baik manusia yaitu Hamzah, saya berharap kiranya Allah akan mengampuniku karena dengan tombak itu pula saya telah membunuh sejahat-jahat manusia yaitu Musailamah…”

Demikianlah Singa Allah dan Singa Rasul-Nya itu gugur sebagai syahid mulia…! Dan sebagaimana hidupnya telah menggemparkan, demikian kewafatannya telah nggemparkan pula.

Musuh-musuh tak puas hanya dengari kewafatannya belaka! Ketika itu, Hindun binti ‘Utbah yakni isteri Abu Sufyan telah menyuruh Wahsyi agar mengambil hati Hamzah untuk dirinya. Keinginannya yang mempunyai imbalan ini dikabulkan oleh orang Habsyi itu. Dan tatkala ia kembali kepada Hindun dan memberikan hati Hamzah dengan tangan kanannya, maka ia menerima kalung dan anting-anting dan wanita itu dengan tangan kirinya sebagai balas jasa dalam memenuhi tugasnya. Maka Hindun yang ayahnya telah tewas di tangan Kaum Muslimin di perang Badar itu dan isteri Abu Sufyan panglima kaum musyrik penyembah berhala, menggigit dan mengunyah hati Hamzah dengan harapan akan dapat mengobati hatinya yang pedih karena dendam dan amarah murka.

Peperangan pun usailah, kaum musyrikin menaiki unta dan menghalau kuda mereka pulang ke Mekah. Dan Rasulullah beserta shahabat turun ke bekas medan pertempuran untuk meninjau para syuhada. Beliau memeriksa wajah para shahabatnya yang telah menjual diri mereka kepada Allah dan menyajikannya sebagai kurban yang ikhlas kepada Allah Yang Maha Besar, beliau berhenti sejenak, menyaksikan dan membisu, menggertakkan gigi dan membasahi pelupuk mata. Sambil matanya tertuju kepada tubuh pamannya itu, beliau bersabda:
“Tak pernah aku menderita mushibah seperti yang kuderita dengan peristiwa anda sekarang ini. Dan tidak satu suasana pun yang lebih menyakitkan hatiku seperti suasana sekarang ini…!”

Lalu sambil menoleh para shahabat, sabdanya:
“Sekiranya Shafiah, saudara perempuan Hamzah takkan berduka dan tidak akan menjadi sunnah sepeninggalku nanti, akan kubiarkan ia mengisi perut binatang buas dan tembolok burung nasar…! Tetapi sekiranya aku diberi kemenangan oleh Allah di salah satu medan pertempuran dengan orang Quraisy, akan kuperbuat sebagaimana yang mereka perbuat, terhadap tiga pulah orang laki-laki di antara mereka.”

Maka para snahabat pun berseru pula:
“Demi Allah, sekiranya pada suatu waktu nanti kita diberi kemengan oleh Allah terhadap mereka, akan kita cencang mayat-mayat mereka seperti yang belum pernah dilakukan oleh seorang Arab pun…!”

Tetapi Allah yang telah memberi kemuliaaa kepada Hamzah sebagai seorang syahid, memuliakannya sekali lagi dengan menjadikan gugurnya itu sebagai suatu kesempatan untuk memperoleh pelajaran penting yang akan melindungi keadilan sepanjang masa dan mengharuskan diperhatikannya kasih sayang walau dalam qishash dan menjatuhkan hukuman.

Belum lagi Rasulullah meninggalkan tempat itu, turunlah firman Allah yang Maha Mengetahui dan Maha Adil:
“Serulah ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan nasihat yang baik, dan berdiskusilah dengan mereka dengan cara yang utama! Sesungguhnya Tuhan kalian lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan la lebih mengetahai siapa-siapa yang beroleh petunjuk. Jika kalian hendak membalas, balaslah seperti yang telah dilakukan mereka kepada kalian dan jika kalian bersabar, maka itu memang lebih baik bagi orang-orang yang shabar. Dan bersabarlah kamu, dan kesabaranmu itu takkan tercapai kecuali dengan pertolongan Allah, serta jangan kamu berduka-cita atas mereka, serta janganlah sesak nafas karena tipu daya yang mereka lakukan. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang taqwa serta orang-orang yang berbuat baik…!” (Q. S. An-Nahl: 125 -128)

Turunnya ayat tersebut adalah setelah peristiwa gugurnya Hamzah, yang merupakan penghormatan sebaik-baiknya terhadapnya, yang pahalanya pasti akan diberikan oleh Allah SWT. Dan semoga Allah merahmatinya, amin.

Kami semua milik Allah, dan kepada-Nya kami akan kembali.

Hamzah bin Abdul Mutthalib

Hamzah bin Abdul Mutthalib

Tutup Sidebar
Sidebar
Produk Quick Order

Pemesanan dapat langsung menghubungi kontak dibawah:

Chat via Whatsapp

Ada yang ditanyakan?
Klik untuk chat dengan customer support kami

Admin 1
● online
Admin 2
● online
Admin 1
● online
Halo, perkenalkan saya Admin 1
baru saja
Ada yang bisa saya bantu?
baru saja